Sabtu, 11 Maret 2017

Angkutan Offline VS Online di Malang


            Berapa hari yang lalu kota malang dihebohkan dengan adanya aksi mogok mengangkut penumpang, akibatnya anak sekolah (SD,SMP,SMA) dan calon penumpang angkutan umum (seperti ibu-ibu dari pasar ataupun yang lain) menjadi terbengkalai. Penyebab utama aksi mogok tersebut adalah adanya angkutan lain yang berbasis online sehingga pendapatan angkutan offline berkurang drastis. Salah satu tuntutan dari aksi mogok tersebut adalah meminta penghapusan aplikasi online tersebut, sehingga mereka yakini dapat mengembalikan pendapatan para sopir angkutan offline seperti sedia kala. Sebagai penulis tuntutan akan penghapusan tersebut adalah sesuatu yang tidak masuk akal. Perkembangan zaman saat ini sudah masuk ke era teknologi sehingga penghapusan aplikasi online yang sejatinya muncul akibat dari kemajuan teknologi akan dianggap sebagai kemunduran teknologi didaerah/dinegara tersebut. Ke-efesienan yang diterima dari adanya kemajuan teknologi sangat diidam-idamkan masyarakat sehingga dapat mempermudah kegiatan sehari-hari yang mereka jalani.
            Angkutan offline seharusnya mengikuti perkembangan teknologi saat ini bukannya menolak teknologi tersebut. Menurut saya angkutan yang selama ini offline (Angkutan Umum) bisa kita rubah ke sistem yang bisa bersifat online dan offline. Jika kita telusuri dari segi biaya, angkutan offline ini sebenarnya memiliki penumpang tetap. Anak-anak sekolah serta masyarakat dari pasar tradisional umumnya tetap akan memilih angkutan offline, ini dikarenakan angkutan berbasis online masih dianggap mahal. Angkutan offline harus segera merombak sistem yang selama ini hanya bermodal bensin,mobil dan setiap gang/jalan ditengok sana sini. Angkutan offline harus bisa membuat aplikasi yang berbasis online sehingga orang yang membutuhkan jasa angkutan umum (offline) akan segera terdeteksi dan juga angkutan umum dapat melayani calon penumpang offline sehingga angkutan umum akan memiliki dua (2) sifat  yaitu: Online dan Offline.
            PEMDA Malang (Pemerintah Daerah) sebagai pemimpin daerah menurut saya sangat lalai dalam mengantisipasi angkutan berbasis online yang ber-operasi di daerahnya. Kenapa saya bilang lalai? Ini dikarenakan angkutan yang berbasis online belum memiliki undang-undang yang mengatur tentang transportasi yang mengangkut orang banyak sehingga bisa diprotes oleh angkutan yang lama (offline). Dengan begitu, dapat terjadi perpecahan diantara angkutan offline dan online sehingga yang dirugikan adalah masyarakat itu sendiri. PEMDA Malang harus segera membuat undang-undang yang melegalkan angkutan yang berbasis online sehingga angkutan online akan memiliki badan hukumnya sendiri.

Hal yang menarik dari adanya mogok mangangkut penumpang dikota malang adalah adanya relawan yang mengangkut penumpang GRATIS bagi anak-anak sekolah. Hal semacam ini tidak terlihat di kota jakarta pada saat melakukan aksi mogok mengangkut penumpang oleh para sopir taxi. Dan juga aksi para sopir angkutan umum dikota malang sangat damai tidak seperti dikota jakarta dimana ada salah satu aksi yang anarkis. Jadi, menurut saya aksi/demo yang ada dikota malang bukan lah hal yang salah, itu merupakan unek-unek / aspirasi yang ingin mereka utarakan kepada pemimpin kota malang dan juga saya berharap angkutan yang berbasis online maupun offline dapat bekerjasama memajukan transportasi dikota malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar